21/11/2012

Makam unik di Indonesia


Makam unik di Indonesia



INDONESIA ternyata punya makam-makam unik yang mungkin akan membuat kita penasaran. Berikut beberapa kuburan di Indonesia yang menawarkan keunikan dan tradisi khasnya, seperti:

Batu lemo, Tana Toraja


Tempat pekuburan atau persemayaman jenazah berbentuk lubang-lubang pada dinding cadas. Tempat ini merupakan hasil kreasi manusia Toraja yang luar biasa. Bagaimana tidak, persemayaman yang telah ada sejak abad ke-16 itu dibuat dengan cara dipahat, yang saat itu tentu dengan peralatan sangat sederhana.

Lemo terletak di Desa (Lembang) Lemo. Sekira 12 kilometer sebelah selatan Rantepao atau enam kilometer sebelah utara Makale. Diberi label Lemo, karena beberapa model liang batu itu berbentuk bundar dan berbintik-bintik menyerupai buah jeruk atau limau. Kuburan-kuburan batu itu disebut juga sebagai liang paa'.

Ada 75 lubang pada dinding cadas. Beberapa di antaranya memiliki patung-patung berjajar yang disebut tau-tau. Patung-patung itu lambang kedudukan sosial, status, dan peran mereka semasa hidup sebagai bangsawan setempat.

Objek ini ramai dikunjungi sejak 1960. Selain menyaksikan kuburan batu, wisatawan juga dapat membeli berbagai suvenir, atau berjalan jalan sekitar obyek tersebut menyaksikan buah pangi yang ranum kecokelatan. Buah-buah itu siap diolah dan dinikmati sebagai makanan khas suku Toraja yang disebut Pantollo Pamarrasan.

Makam Dayak Benuaq, Kalimantan Timur


Kuburan akan mudah ditemukan di halaman samping atau tepi jalan menuju kampung suku Dayak Benuaq. Kuburan orang Benuaq atau Bentian tidak di dalam tanah seperti layaknya suku lain.

Ketika pertama meninggal, mereka akan dimakamkan di dalam kotak yang disangga oleh tiang atau digantung pada tali. Setelah beberapa tahun, kuburan itu dibuka lagi lalu tulang belulang jenazah didoakan, dan dimasukkan ke dalam kotak bertiang yang permanen.

Biasanya, tiap keluarga mempunyai kuburannya masing-masing, dan kebanyakan letaknya di samping rumah keluarga, tidak di pemakaman umum seperti kebanyakan di kota atau kampung lain. Hampir tiap malam terdengar musik pemanggil arwah orang yang sedang mengadakan upacara Belian tarian, dan mantra penyembuhan untuk anak ataupun untuk mendoakan orang meninggal.

Kuburan bayi kambira, Tana Toraja


Di Kambira, masih di wilayah Tana Toraja, ada kuburan bayi, berupa pohon besar yang dilubangi. Jenazah si bayi, setelah dibalsem dan dibungkus, lalu dimasukkan ke dalamnya, dan lubang ditutup dengan anyaman ijuk.

Batu Karang Terjal Londa, Tana Toraja


Kuburan sisi batu karang terjal adalah salah satu sisi kuburan ini. Pemakaman ini berada di ketinggian dari bukit mempunyai gua yang dalam di mana peti-peti mayat diatur dan dikelompokkan berdasar garis keluarga.

Makam Raja-raja Imogiri, Yogyakarta

Dibangun sekira 1632 oleh Sultan Agung, Raja Mataram Islam terbesar, bangunan makam lebih bercorak bangunan Hindu. Pintu gerbang makam dibuat dari susunan batu bata merah tanpa semen yang berbentuk candi Bentar.

Memasuki makam raja-raja Mataram jelas tidak sama dengan memasuki pemakaman umum. untuk masuk ke makam Sultan Agung, maka selain harus mengenakan pakaian adat Jawa, kita harus melepas alas kaki, juga harus melalui tiga pintu gerbang. Bahkan, yang bisa langsung berziarah ke nisan para raja terbatas pada keluarga dekat raja atau masyarakat lain yang mendapat izin khusus dari pihak Kraton Yogyakarta dan Kraton Surakarta.

Karena itu, peziarah awam yang tidak siap mengenakan pakaian adat Jawa terpaksa hanya bisa melihat pintu gerbang pertama yang dibuat dari kayu jati berukir dan bertuliskan huruf Jawa berusia ratusan tahun, dengan grendel, dan gembok pintu kuno.

Hanya para juru kunci pemakaman itu yang bisa membuka gerbang tersebut jika toh masyarakat awam bisa melihat ”isi” di balik pintu gerbang pertama. Itupun ketika keluarga raja datang, pintu gerbang dibuka lebar, dan masyarakat bisa melongok sebentar sebelum gerbang ditutup. Rasa penasaran itu yang menyebabkan misteri makam raja Mataram tetap terpelihara.

Trunyan, Bali


Sebagaimana masyarakat Bali umumnya, Warga Desa Trunyan juga mengenal Ngaben, namun di di desa ini mayatnya tidak dibakar. Di sini mayat mereka taruh begitu saja di sebuah areal hutan. Anehnya, mayat itu tak akan mengeluarkan bau busuk walaupun sudah di sana selama berbulan-bulan.

Mengapa mayat yang menggeletak begitu saja disemayamkan, tidak menimbulkan bau? Padahal secara alamiah, tetap terjadi penguraian atas mayat-mayat tersebut. Hal inilah yang menjadi daya tarik para wisatawan untuk mengunjungi lokasi wisata ini.

Nah, konon sebabnya, di areal hutan tersebut terdapat sebuah pohon yang dikenal bernama Taru Menyan yang bisa mengeluarkan bau harum dan mampu menetralisir bau busuk mayat.

Taru berarti pohon, sedang Menyan berarti harum. Pohon Taru Menyan ini hanya tumbuh di daerah ini. Jadilah Tarumenyan yang kemudian lebih dikenal sebagai Trunyan yang diyakini sebagai asal usul nama desa tersebut.

No comments:

Post a Comment